Tahukah Anda bagaimana induk betina jerapah mengajarkan bayinya yang baru lahir untuk berdiri? Mungkin ada yang beranggapan bahwa cara si ibu jerapah ini tergolong kasar atau tidak "berperikebinatangan". Namun, justru dari sinilah kita sebagai manusia bisa mengambil sisi positif yang bisa kita terapkan kepada anak kita.
Bayi jerapah jatuh sejauh tiga meter dari perut ibunya dan biasanya mendarat dengan bagian punggungnya. Sesaat kemudian, bayi jerapah bergelung lagi dan merapatkan kaki-kakinya ke badannya. Dengan posisi begitulah, sang bayi mengenal dunia untuk pertama kalinya dan menghilangkan lendir di mata dan telinganya. Lalu, si ibu jerapah mulai memperkenalkan kenyataan hidup kepada keturunannya dengan cara yang kasar.
Si ibu menundukkan kepalanya yang panjang untuk melihat sekilas kondisi sang bayi. Si ibu mengambil ancang-ancang di dekat sang bayi. Menunggu beberapa saat, dan setelah itu ia melakukan sesuatu yang tidak masuk akal. Ia mengayunkan kakinya yang panjang dan menendang sang bayi hingga terjungkal balik.
Kalau sang bayi tidak bergerak, proses itu akan terus berlangsung. Perjuangan sang bayi untuk bangun adalah hal yang penting. Jika sang bayi tampak kelelahan, si ibu akan menendangnya sekali lagi untuk mendorong usaha si bayi untuk bangkit. Akhirnya, si bayi berdiri untuk pertama kalinya dengan kaki-kaki yang masih goyah.
Namun, si ibu jerapah masih melakukan satu hal yang luar biasa. Ia sekali lagi menendang kaki sang bayi. Untuk apa? Agar sang bayi ingat bagaimana harus bangkit! Di alam liar, bayi jerapah harus mampu bangkit secepat mungkin agar tetap bisa bersama dengan kelompoknya karena di situlah mereka akan aman. Singa, hiena, macan tutul, dan anjing pemburu liar menyukai bayi-bayi jerapah. Dan bayi jerapah akan menjadi santapan empuk jika si induk betina tidak mengajarinya untuk bangun secepat mungkin dan terbiasa melakukan itu.
Ternyata, di balik tindakan si ibu jerapah yang terkesan kasar itu terdapat rasa kasih sayang yang sangat besar terhadap sang bayinya. Untuk berbuat kasar seperti itu, si ibu harus membuang perasaan tidak tega. Karena apabila sang bayi tidak diajarkan dengan cara begitu, ada bahaya besar yang menanti sang bayi.
Menilik kehidupan kita sebagai manusia, haruskah ada ancaman besar yang menanti kita sebelum kita bisa merasa tega untuk mengajarkan pada anak kita betapa kerasnya kehidupan yang akan dijalankannya? Karena kebanyakan dari kita malah sering mengatakan kepada anak agar "tidak boleh gagal atau kalah", dalam suatu pertandingan penting misalnya. Karena kalau sampai gagal, "ancaman" itu malah datang dari orangtua si anak itu sendiri. Sungguh ironis.
Sebagaimana yang tergambar dalam masa awal kehidupan sang bayi jerapah, ada kalanya sebuah kepahitan dari kegagalan atau kekalahan harus dicicipi oleh putra/putri kita. Karena dengan demikian, mereka akan bertumbuh dewasa menjadi pribadi yang lebih kuat dan berani. Mereka akan menjadi pribadi yang tidak akan takut terhadap segala tantangan di depan.
Di sini, kita juga sekaligus bisa mendidik bahwa kegagalan itu adalah hal yang biasa terjadi dalam kehidupan. Karena gagal tapi bangkit lagi, jatuh tapi bangun lagi adalah 100 x lebih baik dibanding takut mengalami kegagalan atau kejatuhan.
0 komentar:
Posting Komentar